JAKARTA – Keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa penyuap Jaksa Urip Tri Gunawan, Arthalyta Suryani alias ‘Ayin’, ditolak majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (30/5). Dalam putusan sela itu dinyatakan, eksepsi terdakwa telah memasuki materi perkara.
Majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago, menguraikan, surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Zet Todung Allo sah sebagai dasar pemeriksaan perkara tindak pidana yang dilakukan Arthalyta sehingga perkara tersebut harus dilanjutkan.
“Penyebutan nama alias Ayin dalam surat dakwaan tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, kata-kata alias bukan syarat mutlak untuk membuktikan keabsahan identitas seseorang," kata hakim anggota Andi Bachtiar. Itu sebab, majelis hakim juga menyatakan sidang kasus suap ini tetap dilanjutkan.
Sebelumnya, penasihat hukum Arthalyta, OC Kaligis, dalam eksepsinya mempersoalkan nama alias ‘Ayin’ yang disebutkan dalam dakwaan Jaksa. Selain kata alias, Kaligis juga menuduh Jaksa telah memalsukan BAP lantaran adanya pengubahan format tanggal dan penghilangan Pasal 12B UU Tipikor.
Namun, Jaksa Zet membantah telah memalsukan BAP. Sedangkan mengenai penambahan 'alias Ayin' pada identitas terdakwa, menurut Zet, hal itu lazim dalam kasus pidana. "Alias ini memperjelas status tersangka. Hal ini lazim dalam praktek pengadilan pidana," kata Zet.
Zet menambahkan, terkait penghilangan Pasal 12B UU Tipikor, itu karena Arthalyta bukan pegawai negeri atau pejabat negara. Sehingga pasal tersebut tidak relevan digunakan untuk terdakwa.
Ya, Arthalyta diajukan ke persidangan atas tuduhan menyuap Jaksa Urip sebesar US 660 ribu dolar AS atau setara Rp 6,1 miliar. Suap itu dimaksudkan untuk kepentingan bosnya, Sjamsul Nursalim yang saat itu tengah diselidiki Kejaksaan Agung. Sjamsul merupakan pemilik BDNI yang mendapat kucuran BLBI sekitar Rp 48 triliun.
Perbuatan Arthalyta, dijerat JPU dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan primer. Sedangkan dakwaan subsider adalah pasal 13 UU yang sama. **mahadir romadhon
Majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago, menguraikan, surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Zet Todung Allo sah sebagai dasar pemeriksaan perkara tindak pidana yang dilakukan Arthalyta sehingga perkara tersebut harus dilanjutkan.
“Penyebutan nama alias Ayin dalam surat dakwaan tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, kata-kata alias bukan syarat mutlak untuk membuktikan keabsahan identitas seseorang," kata hakim anggota Andi Bachtiar. Itu sebab, majelis hakim juga menyatakan sidang kasus suap ini tetap dilanjutkan.
Sebelumnya, penasihat hukum Arthalyta, OC Kaligis, dalam eksepsinya mempersoalkan nama alias ‘Ayin’ yang disebutkan dalam dakwaan Jaksa. Selain kata alias, Kaligis juga menuduh Jaksa telah memalsukan BAP lantaran adanya pengubahan format tanggal dan penghilangan Pasal 12B UU Tipikor.
Namun, Jaksa Zet membantah telah memalsukan BAP. Sedangkan mengenai penambahan 'alias Ayin' pada identitas terdakwa, menurut Zet, hal itu lazim dalam kasus pidana. "Alias ini memperjelas status tersangka. Hal ini lazim dalam praktek pengadilan pidana," kata Zet.
Zet menambahkan, terkait penghilangan Pasal 12B UU Tipikor, itu karena Arthalyta bukan pegawai negeri atau pejabat negara. Sehingga pasal tersebut tidak relevan digunakan untuk terdakwa.
Ya, Arthalyta diajukan ke persidangan atas tuduhan menyuap Jaksa Urip sebesar US 660 ribu dolar AS atau setara Rp 6,1 miliar. Suap itu dimaksudkan untuk kepentingan bosnya, Sjamsul Nursalim yang saat itu tengah diselidiki Kejaksaan Agung. Sjamsul merupakan pemilik BDNI yang mendapat kucuran BLBI sekitar Rp 48 triliun.
Perbuatan Arthalyta, dijerat JPU dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan primer. Sedangkan dakwaan subsider adalah pasal 13 UU yang sama. **mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar