JAKARTA – Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Penambunan divonis 1,5 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jumat (16/5). Namun, ia sepertinya tampak pasrah menghadapi hukuman yang harus dijalaninya itu.
Hal itu terlihat ketika ditanyakan ketua Majelis Hakim Muefri, apakah akan banding atau menerima putusan, si cantik Vonnie hanya menjawab dengan kata terserah. Hakim pun terlihat bingung mendengar jawaban itu.
Namun ketika Muefri menegaskan lagi bahwa ia masih memiliki waktu selama tujuh hari untuk mempertimbangkan (pikir-pikir–red) putusan, Vonnie yang tetap terlihat cantik di usianya yang ke-46 itu menjawab lain. “Saya terima,” katanya singkat.
Dalam amar putusan, Vonnie dipersalahkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain hukuman badan, terdakwa juga dihukum membayar denda Rp 100 juta, subsider enam bulan kurungan.
Sementara uang pengganti yang wajib dibayar Vonnie, yakni sebesar Rp 4,006 miliar. Namun, uang pengganti itu dikompensasikan dari barang bukti yang disita darinya sebesar Rp 4,047 miliar. “Kelebihannya dikembalikan kepada terdakwa,” imbuh Muefri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Khaidir Ramli menuntut hukuman dua tahun penjara. Serta denda Rp 100 juta, subsider tiga bulan kurungan. Dikarenakan, Vonnie terbukti mengkorupsi proyek studi kelayakan (feasibility study/FS) pembangunan bandara Loa Kulu Samarinda, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Bahkan, Vonnie dinilai telah memperkaya diri sendiri atau koorporasi di bawah bendera PT Mahakam Diastar Internasional (MDI) dalam proyek FS pembangunan bandara Loa Kulu. Selain itu, Vonnie telah menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan dan sarana karena jabatan, dengan memanfaatkan hubungan baiknya dengan Syaukani HR selaku Bupati Kutai Kartanegara, untuk menunjuk langsung PT MDI sebagai pelaksana proyek FS pembangunan bandara Loa Kulu.
Selaku Direktur PT MDI, kata Majelis Hakim, Vonnie sejak awal mengetahui perusahaan itu tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam FS. Karena tak berpengalaman, terdakwa mengalihkan proyek FS kepada PT Encona Engineering. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Dalam pembangunan bandara ini, APBD mengalokasikan anggaran Rp 128,425 miliar. Sedangkan untuk proyek FS dialokasikan dana Rp 8 miliar. Vonnie dalam proyek FS telah menerima pembayaran sebesar Rp 6,2 miliar secara bertahap. Dan dalam proyek FS telah mengeluarkan Rp 2,2 miliar termasuk pembayaran terhadap PT Encona Engineering. Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 4 miliar lebih. **mahadir romadhon
Hal itu terlihat ketika ditanyakan ketua Majelis Hakim Muefri, apakah akan banding atau menerima putusan, si cantik Vonnie hanya menjawab dengan kata terserah. Hakim pun terlihat bingung mendengar jawaban itu.
Namun ketika Muefri menegaskan lagi bahwa ia masih memiliki waktu selama tujuh hari untuk mempertimbangkan (pikir-pikir–red) putusan, Vonnie yang tetap terlihat cantik di usianya yang ke-46 itu menjawab lain. “Saya terima,” katanya singkat.
Dalam amar putusan, Vonnie dipersalahkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain hukuman badan, terdakwa juga dihukum membayar denda Rp 100 juta, subsider enam bulan kurungan.
Sementara uang pengganti yang wajib dibayar Vonnie, yakni sebesar Rp 4,006 miliar. Namun, uang pengganti itu dikompensasikan dari barang bukti yang disita darinya sebesar Rp 4,047 miliar. “Kelebihannya dikembalikan kepada terdakwa,” imbuh Muefri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Khaidir Ramli menuntut hukuman dua tahun penjara. Serta denda Rp 100 juta, subsider tiga bulan kurungan. Dikarenakan, Vonnie terbukti mengkorupsi proyek studi kelayakan (feasibility study/FS) pembangunan bandara Loa Kulu Samarinda, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Bahkan, Vonnie dinilai telah memperkaya diri sendiri atau koorporasi di bawah bendera PT Mahakam Diastar Internasional (MDI) dalam proyek FS pembangunan bandara Loa Kulu. Selain itu, Vonnie telah menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan dan sarana karena jabatan, dengan memanfaatkan hubungan baiknya dengan Syaukani HR selaku Bupati Kutai Kartanegara, untuk menunjuk langsung PT MDI sebagai pelaksana proyek FS pembangunan bandara Loa Kulu.
Selaku Direktur PT MDI, kata Majelis Hakim, Vonnie sejak awal mengetahui perusahaan itu tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam FS. Karena tak berpengalaman, terdakwa mengalihkan proyek FS kepada PT Encona Engineering. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Dalam pembangunan bandara ini, APBD mengalokasikan anggaran Rp 128,425 miliar. Sedangkan untuk proyek FS dialokasikan dana Rp 8 miliar. Vonnie dalam proyek FS telah menerima pembayaran sebesar Rp 6,2 miliar secara bertahap. Dan dalam proyek FS telah mengeluarkan Rp 2,2 miliar termasuk pembayaran terhadap PT Encona Engineering. Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 4 miliar lebih. **mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar