JAKARTA – Segudang prestasi dan gelar sepertinya menjadi tak berbekas bagi Jend (Purn) Rusdihardjo. Setelah melewati puncak karirnya di kepolisian, dia justru terjerembab. Itu dialami kala dia kemudian menjabat Duta Besar RI untuk Malaysia.
Ya, tuduhan korupsi telah melekat pada dirinya. Bahkan, pidana penjara kini sudah di ambang mata lelaki yang mengaku masih trah Kraton Surakarta bergelar Kanjeng Pangeran Haryo itu. Namun dia tidak sendiri. Dia ditemani anak buahnya Arihken Tarigan, mantan Kepala Bidang Imigrasi KBRI Malaysia, di kursi pesakitan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
"Dari seorang pendekar melawan kejahatan, yang memburu kejahatan, penyelamat TKI dari tiang gantungan, saya justru jadi korban konspirasi para pejabat dan staf yang rakus, penghisap darah rakyat kita yang sangat menderita," beber Rusdihardjo ketika membacakan pleidooi (pembelaan) pribadinya di hadapan majelis hakim yang diketuai Moerdiono, Rabu (28/5).
Rusdihardjo mengungkapkan, di kepolisian, lebih dari 30 tahun lamanya dia malang-melintang memberantas kejahatan dan pelanggaran hukum. Atas prestasinya, dia berhasil menyabet puluhan gelar, mulai dari pemerintah Indonesia, negara lain, termasuk PBB.
Penghargaan dari PBB, kata Rusdihardjo, diperolehnya saat memimpin pasukan perdamaian di Kamboja. Rusdihardjo juga pernah terlibat dalam operasi pemberantasan jaringan narkotika, yang disisir mulai dari Krueng di Aceh, Thailand, Amerika Serikat, hingga ke Lembah Amazon di Brasil.
Sementara saat menjabat Dubes, pemerintah Negeri Jiran menghadiahinya gelar Dato Sri Indra Mahkota. Rusdihardjo mengaku, selain berhasil menjalin hubungan baik dengan pemerintah Malaysia, dia juga berhasil melakukan repatriasi WNI yang tak berdokumen dan menyelamatkan 16 TKI dari tiang gantungan.
Itu sebab, Rusdihardjo merasa tersakiti atas tuntutan pidana menerima pungli sebesar 880 Ringgit Malaysia atau setara Rp 2,2 miliar yang berasal dari penerapan pungutan liar pengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Malaysia. Apalagi, kata dia, tarif pengurusan dokumen keimigrasian tersebut merupakan kepanjangan kebijakan dari Dubes sebelum dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK yang terdiri I Kadek Surdana, Edy Hartoyo, dan Anang Supriyatna menuntut Rusdihardjo hukuman 2,5 tahun penjara. Rusdihardjo juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,2 miliar, yang jika tak dibayarkan diganti pidana penjara 2 tahun.
Sedangkan Arihken, dituntut pidana 3 tahun penjara dengan denda dan kurungan yang sama. Arihken juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 10,7 miliar, subsider 3 tahun penjara.
JPU menyatakan keduanya terbukti menerima hasil pungli di KBRI Malaysia yang seharusnya diserahkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNB). Perbuatan itu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. **mahadir romadhon
Ya, tuduhan korupsi telah melekat pada dirinya. Bahkan, pidana penjara kini sudah di ambang mata lelaki yang mengaku masih trah Kraton Surakarta bergelar Kanjeng Pangeran Haryo itu. Namun dia tidak sendiri. Dia ditemani anak buahnya Arihken Tarigan, mantan Kepala Bidang Imigrasi KBRI Malaysia, di kursi pesakitan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
"Dari seorang pendekar melawan kejahatan, yang memburu kejahatan, penyelamat TKI dari tiang gantungan, saya justru jadi korban konspirasi para pejabat dan staf yang rakus, penghisap darah rakyat kita yang sangat menderita," beber Rusdihardjo ketika membacakan pleidooi (pembelaan) pribadinya di hadapan majelis hakim yang diketuai Moerdiono, Rabu (28/5).
Rusdihardjo mengungkapkan, di kepolisian, lebih dari 30 tahun lamanya dia malang-melintang memberantas kejahatan dan pelanggaran hukum. Atas prestasinya, dia berhasil menyabet puluhan gelar, mulai dari pemerintah Indonesia, negara lain, termasuk PBB.
Penghargaan dari PBB, kata Rusdihardjo, diperolehnya saat memimpin pasukan perdamaian di Kamboja. Rusdihardjo juga pernah terlibat dalam operasi pemberantasan jaringan narkotika, yang disisir mulai dari Krueng di Aceh, Thailand, Amerika Serikat, hingga ke Lembah Amazon di Brasil.
Sementara saat menjabat Dubes, pemerintah Negeri Jiran menghadiahinya gelar Dato Sri Indra Mahkota. Rusdihardjo mengaku, selain berhasil menjalin hubungan baik dengan pemerintah Malaysia, dia juga berhasil melakukan repatriasi WNI yang tak berdokumen dan menyelamatkan 16 TKI dari tiang gantungan.
Itu sebab, Rusdihardjo merasa tersakiti atas tuntutan pidana menerima pungli sebesar 880 Ringgit Malaysia atau setara Rp 2,2 miliar yang berasal dari penerapan pungutan liar pengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Malaysia. Apalagi, kata dia, tarif pengurusan dokumen keimigrasian tersebut merupakan kepanjangan kebijakan dari Dubes sebelum dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK yang terdiri I Kadek Surdana, Edy Hartoyo, dan Anang Supriyatna menuntut Rusdihardjo hukuman 2,5 tahun penjara. Rusdihardjo juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,2 miliar, yang jika tak dibayarkan diganti pidana penjara 2 tahun.
Sedangkan Arihken, dituntut pidana 3 tahun penjara dengan denda dan kurungan yang sama. Arihken juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 10,7 miliar, subsider 3 tahun penjara.
JPU menyatakan keduanya terbukti menerima hasil pungli di KBRI Malaysia yang seharusnya diserahkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNB). Perbuatan itu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. **mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar