JAKARTA – Ketua Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso, mengungkapkan, secara teori anggota DPR tidak boleh menerima uang dari pihak lain (yang berindikasi suap). Menurut kode etik, penerimaan tersebut dilarang.
Bagaimana kalau praktiknya? “Tidak boleh juga,” kata Priyo saat bersaksi dalam kasus dugaan suap yang menyeret mantan anggota DPR periode 1999-2004, Noor Adenan Razak, di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Kamis (27/3).
Adenan yang kala itu merupakan anggota Panitia Anggaran pada Komisi VIII DPR, didakwa Jaksa KPK menerima suap Rp 1,5 miliar untuk menyetujui Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) 2004 sebesar Rp 35 miliar.
Dalam sidang, Priyo yang mangkir pada panggilan pertama, mengaku tak banyak tahu mengenai anggaran Bapeten dimaksud meski pernah satu komisi dengan Adenan di Komisi VIII. Namun demikian, ia tak mengelak pernah membahas anggaran Bapeten.
“Saya tidak ingat kapan persisnya, karena ada ABT lain yang juga dibahas,” cetus Priyo. Priyo juga mengaku tak mengenal Hieronimus Abdul Salam, Kepala Biro Umum, dan konsultan perencana Midi Wiyono.
Midi yang juga hadir sebagai saksi, mengungkapkan, dirinya pernah diajak oleh Hieronimus ke rumah Adenan. Di situ, Hieronimus memberikan travel cek sebesar Rp1,27 miliar dan uang tunai Rp 250 juta.
“Ini Pak, sesuai komitmen,” ucap Midi menirukan kata-kata Hieronimus ketika memberikan uang ke Adenan.
Di pengadilan yang sama, Pimpro Bapeten Sugiyo Prasojo dan Hieronimus, sudah dijatuhi hukuman. Masing-masing 3 tahun dan 4,5 tahun penjara, serta denda Rp 50 juta dan Rp 2,2 miliar. ** mahadir romadhon
Kamis, Maret 27, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar