JAKARTA - Tiga terdakwa yang dituduh terlibat dalam sindikat peredaran narkoba antar negara, diancam hukuman 15 tahun penjara. Adalah Gopal Sherpa, Elisa, dan Thomas Borsitzki, didakwa bersekongkol mengorganisasikan peredaran shabu seberat 650 gram dari Singapura ke Indonesia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Murji Mahfud yang digantikan Agita Tri Moertjahjanto mengajukan ketiganya secara terpisah ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dengan menjeratkan Pasal 60 ayat (1) huruf c UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Selain para terdakwa di atas, Agita menyebut jaringan ini juga melibatkan beberapa nama yang hingga kini masih diburu polisi, yakni Amar Gurung, Ationg, dan Budi Santoso. Thomas dan Ationg merupakan muka lama dan pernah sama-sama ditahan di LP Grobogan, Bali.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai ZA Sangadji, Agita mengatakan, shabu tersebut merupakan pesanan Ationg kepada Thomas. Keuntungan yang didapat Thomas dari jual-beli shabu itu sebesar Rp60 ribu per gramnya.
Untuk memenuhi pesanan itu, Thomas lalu mencari hubungan dan menemukan Budi yang memiliki hubungan dengan pengedar shabu di Nepal, Gopal dan Amar. Dalam pembicaraan selanjutnya, Gopal bersedia mengantar shabu ke Indonesia setelah Amar menjanjikan upah 1.000 dolar AS jika berhasil.
Sesuai arahan Amar, Gopal terlebih dulu berangkat menuju Singapura untuk mengambil shabu di Hotel Royal India kamar 120. Saat diambil, shabu itu tersimpan di dalam koper hitam merk Marcopolo.
Dari Singapura, Gopal kemudian ke Batam dengan menumpang kapal Ferri, dan dilanjutkan ke Jakarta via pesawat Adam Air. "Di bandara, Gopal berhasil lolos dari pemeriksaan X-ray," ucap Agita.
Namun demikian, jaringan ini tidak luput dari incaran aparat. Gopal, Elisa, dan Thomas diringkus aparat berpakaian preman dari Direktorat IV/Tindak Pidana Narkoba BNN pada 26 Maret 2007, Senin sore. Kala itu, mereka tengah menunggu pembayaran shabu sebesar Rp42 juta dari Ationg.
Barang bukti yang disita petugas dari penangkapan mereka, antara lain dua plastik klip berisi shabu 650 gram, uang pecahan rupiah dan dolar, koper, serta dua unit HP jenis GSM dan CDMA.
Menurut Agita, shabu yang disita petugas dari para terdakwa mengandung metamfetamine dan tidak memiliki ijin dari instansi yang berwenang atau Departemen Kesehatan. ** mahadir romadhon
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Murji Mahfud yang digantikan Agita Tri Moertjahjanto mengajukan ketiganya secara terpisah ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dengan menjeratkan Pasal 60 ayat (1) huruf c UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Selain para terdakwa di atas, Agita menyebut jaringan ini juga melibatkan beberapa nama yang hingga kini masih diburu polisi, yakni Amar Gurung, Ationg, dan Budi Santoso. Thomas dan Ationg merupakan muka lama dan pernah sama-sama ditahan di LP Grobogan, Bali.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai ZA Sangadji, Agita mengatakan, shabu tersebut merupakan pesanan Ationg kepada Thomas. Keuntungan yang didapat Thomas dari jual-beli shabu itu sebesar Rp60 ribu per gramnya.
Untuk memenuhi pesanan itu, Thomas lalu mencari hubungan dan menemukan Budi yang memiliki hubungan dengan pengedar shabu di Nepal, Gopal dan Amar. Dalam pembicaraan selanjutnya, Gopal bersedia mengantar shabu ke Indonesia setelah Amar menjanjikan upah 1.000 dolar AS jika berhasil.
Sesuai arahan Amar, Gopal terlebih dulu berangkat menuju Singapura untuk mengambil shabu di Hotel Royal India kamar 120. Saat diambil, shabu itu tersimpan di dalam koper hitam merk Marcopolo.
Dari Singapura, Gopal kemudian ke Batam dengan menumpang kapal Ferri, dan dilanjutkan ke Jakarta via pesawat Adam Air. "Di bandara, Gopal berhasil lolos dari pemeriksaan X-ray," ucap Agita.
Namun demikian, jaringan ini tidak luput dari incaran aparat. Gopal, Elisa, dan Thomas diringkus aparat berpakaian preman dari Direktorat IV/Tindak Pidana Narkoba BNN pada 26 Maret 2007, Senin sore. Kala itu, mereka tengah menunggu pembayaran shabu sebesar Rp42 juta dari Ationg.
Barang bukti yang disita petugas dari penangkapan mereka, antara lain dua plastik klip berisi shabu 650 gram, uang pecahan rupiah dan dolar, koper, serta dua unit HP jenis GSM dan CDMA.
Menurut Agita, shabu yang disita petugas dari para terdakwa mengandung metamfetamine dan tidak memiliki ijin dari instansi yang berwenang atau Departemen Kesehatan. ** mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar