JAKARTA - Sidang kasus kepemilikan ganja seberat 6,9 gram yang melibatkan dua mahasiswa, Rambo K Tampubolon dan Welky Parlindungan (19), digelar secara 'kilat' di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Pada sidang perdananya, Rabu (29/8), kasus tersebut langsung berkekuatan hukum tetap (incraht). Apakah sidang seperti ini dibenarkan undang-undang?
Dibuka oleh majelis hakim yang diketuai Jalili Sairin didampingi seorang hakim anggota Djumadi, sidang kasus narkoba itu dilangsungkan mulai dari pembacaan dakwaan, pembacaan keterangan saksi-saksi verbalisan (penyidik), pemeriksaan terdakwa, tuntutan JPU, dan terakhir, vonis hakim. Kesemua prosesnya dirampungkan dalam sekali sidang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Datuk Rosihan Anwar yang digantikan Fatkhuri, mengatakan Rambo dan Welky menguasai dua paket ganja dengan berat netto 6,94 gram secara melawan hukum. Keduanya ditangkap aparat Polsek Kramatjati, yakni saksi Maryadi dan Yohana, yang sedang melakukan operasi kepolisian di Jl Raya Tengah, Kramatjati, Jaktim, Sabtu, 5 Mei 2007 dini hari.
Waktu itu, para terdakwa tengah dalam perjalanan pulang setelah membeli ganja tersebut dari Bejo (DPO) seharga Rp100 ribu. "Daun ganja kering itu dibeli secara patungan oleh para terdakwa. Masing-masing Rp50 ribu," jelas JPU.
JPU yang memang sudah menyimpulkan tindak pidana para terdakwa, sekaligus telah pula menyusun rencana tuntutannya sebelum sidang digelar, mempersalahkan Rambo dan Welky melanggar Pasal 78 ayat (1) huruf a UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Atas perbuatannya, mereka masing-masing dituntut hukuman 3 tahun penjara, denda Rp1 juta, subsider 2 bulan kurungan.
Majelis hakim yang sependapat dengan pembuktian JPU, menjatuhkan vonis setahun lebih ringan dari tuntutan JPU. Sedang denda dan subsider, tetap sama. Hal-hal yang memberatkan, menurut majelis hakim, perbuatan para terdakwa melanggar program pemerintah yang sedang gencar memberantas narkoba. Yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum.
Pantauan Tabloid Sensor, ini merupakan kesekian kalinya majelis hakim PN Jaktim menjatuhkan vonis perkara narkoba dengan mengabaikan ketidaklengkapan majelis hakim. Hal itu bertentangan sebagaimana yang digariskan UU No 13/1965 tentang pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung, serta UU No 14/1970 yang telah diubah dengan UU No 14/2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemeriksaan perkara narkoba bisa dilaksanakan hanya dalam sekali sidang. Baik jaksa maupun majelis hakim, tetap mengabaikan ketentuan-ketentuan baku dimaksud. ** mahadir romadhon
Pada sidang perdananya, Rabu (29/8), kasus tersebut langsung berkekuatan hukum tetap (incraht). Apakah sidang seperti ini dibenarkan undang-undang?
Dibuka oleh majelis hakim yang diketuai Jalili Sairin didampingi seorang hakim anggota Djumadi, sidang kasus narkoba itu dilangsungkan mulai dari pembacaan dakwaan, pembacaan keterangan saksi-saksi verbalisan (penyidik), pemeriksaan terdakwa, tuntutan JPU, dan terakhir, vonis hakim. Kesemua prosesnya dirampungkan dalam sekali sidang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Datuk Rosihan Anwar yang digantikan Fatkhuri, mengatakan Rambo dan Welky menguasai dua paket ganja dengan berat netto 6,94 gram secara melawan hukum. Keduanya ditangkap aparat Polsek Kramatjati, yakni saksi Maryadi dan Yohana, yang sedang melakukan operasi kepolisian di Jl Raya Tengah, Kramatjati, Jaktim, Sabtu, 5 Mei 2007 dini hari.
Waktu itu, para terdakwa tengah dalam perjalanan pulang setelah membeli ganja tersebut dari Bejo (DPO) seharga Rp100 ribu. "Daun ganja kering itu dibeli secara patungan oleh para terdakwa. Masing-masing Rp50 ribu," jelas JPU.
JPU yang memang sudah menyimpulkan tindak pidana para terdakwa, sekaligus telah pula menyusun rencana tuntutannya sebelum sidang digelar, mempersalahkan Rambo dan Welky melanggar Pasal 78 ayat (1) huruf a UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Atas perbuatannya, mereka masing-masing dituntut hukuman 3 tahun penjara, denda Rp1 juta, subsider 2 bulan kurungan.
Majelis hakim yang sependapat dengan pembuktian JPU, menjatuhkan vonis setahun lebih ringan dari tuntutan JPU. Sedang denda dan subsider, tetap sama. Hal-hal yang memberatkan, menurut majelis hakim, perbuatan para terdakwa melanggar program pemerintah yang sedang gencar memberantas narkoba. Yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum.
Pantauan Tabloid Sensor, ini merupakan kesekian kalinya majelis hakim PN Jaktim menjatuhkan vonis perkara narkoba dengan mengabaikan ketidaklengkapan majelis hakim. Hal itu bertentangan sebagaimana yang digariskan UU No 13/1965 tentang pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung, serta UU No 14/1970 yang telah diubah dengan UU No 14/2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemeriksaan perkara narkoba bisa dilaksanakan hanya dalam sekali sidang. Baik jaksa maupun majelis hakim, tetap mengabaikan ketentuan-ketentuan baku dimaksud. ** mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar