JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang diketuai M Jalili Sairin, Kamis (30/8), membebaskan Sapno Vadhis (37), tertuduh penganiayaan terhadap korban Nur Herawati (41). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Echon Tarzan dinyatakan tidak mampu membuktikan dakwaan terkait tindak pidana yang dilakukan terdakwa.
Menurut majelis hakim, bukti-bukti yang diajukan JPU di persidangan seperti visum et repertum dan saksi-saksi, tidak sah menurut hukum dan tidak cukup kuat untuk menjerat terdakwa. Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan dakwaan dan tuntutan JPU ditolak, serta membebaskan terdakwa dari tahanan.
Sebelumnya, JPU menyatakan terdakwa terbukti melakukan penganiayaan secara memberatkan terhadap Nur di Pasar Inpres Pondok Bambu, Duren Sawit, Jaktim, 8 Maret lalu, yang dipicu pertikaian mulut antar keduanya. Penganiayaan tersebut mengakibatkan korban mengalami luka di kepala lantaran kekerasan benda tumpul. Terdakwa pun dipersalahkan melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP, dan dituntut 10 tahun penjara.
Vonis bebas ini sejalan dengan permohonan penasihat hukum terdakwa Ozhak Emanuel Sihotang. Ozhak menyebut, berkas perkara penganiayaan yang mendudukkan Sapno Vadhis (37) sebagai terdakwa, dari awal pemberkasannya oleh penyidik Polsek Duren Sawit sudah sarat rekayasa dan menyesatkan. Kekeliruan mengungkap fakta-fakta pun jadi semakin mendalam manakala berkas itu menjadi dasar JPU melanjutkan pemeriksaan perkaranya.
“Jelas perkara ini dipaksakan untuk diajukan di persidangan,” cetusnya. Ozhak merinci, terdapat tujuh hal yang melemahkan pembuktian JPU terkait perkara dimaksud. Di antara kesemua poin, dibeberkannya, visum et repertum paling banyak memiliki keganjilan. Antara lain, visum diajukan Polsek Duren Sawit ke Rumah Sakit (RS) Harum sehari sebelum laporan kepolisian korban. Dan, yang dimintakan visum seorang laki-laki, sedang korban dalam perkara ini seorang perempuan, serta visum dilakukan bukan oleh dokter forensik, melainkan dokter jaga UGD RS Harum, Dr Erna Junaiti.
"Dilihat dari hasil visum, saksi korban juga terbukti berbohong, karena ia tidak pernah dirawat di RS lantaran perbuatan Sapno, seperti yang dinyatakannya. Bekas luka akibat penganiayaan pun tidak ditemukan pada diri korban," urai Ozhak.
Poin lain, lanjut Ozhak, yakni mengenai surat penangkapan dan penahanan Sapno dikeluarkan Polsek pada hari yang sama, tertanggal 29 Maret 2007. Sementara saksi-saksi yang disebut korban oleh penyidik, selain tidak membenarkan BAP, juga menyangkal adanya penganiayaan yang dilakukan Sapno terhadap Nur. "Antara Sapno dengan Nur hanya terjadi dorong-dorongan setelah keduanya terjadi cek-cok mulut," imbuh Ozhak. ** mahadir romadhon
Menurut majelis hakim, bukti-bukti yang diajukan JPU di persidangan seperti visum et repertum dan saksi-saksi, tidak sah menurut hukum dan tidak cukup kuat untuk menjerat terdakwa. Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan dakwaan dan tuntutan JPU ditolak, serta membebaskan terdakwa dari tahanan.
Sebelumnya, JPU menyatakan terdakwa terbukti melakukan penganiayaan secara memberatkan terhadap Nur di Pasar Inpres Pondok Bambu, Duren Sawit, Jaktim, 8 Maret lalu, yang dipicu pertikaian mulut antar keduanya. Penganiayaan tersebut mengakibatkan korban mengalami luka di kepala lantaran kekerasan benda tumpul. Terdakwa pun dipersalahkan melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP, dan dituntut 10 tahun penjara.
Vonis bebas ini sejalan dengan permohonan penasihat hukum terdakwa Ozhak Emanuel Sihotang. Ozhak menyebut, berkas perkara penganiayaan yang mendudukkan Sapno Vadhis (37) sebagai terdakwa, dari awal pemberkasannya oleh penyidik Polsek Duren Sawit sudah sarat rekayasa dan menyesatkan. Kekeliruan mengungkap fakta-fakta pun jadi semakin mendalam manakala berkas itu menjadi dasar JPU melanjutkan pemeriksaan perkaranya.
“Jelas perkara ini dipaksakan untuk diajukan di persidangan,” cetusnya. Ozhak merinci, terdapat tujuh hal yang melemahkan pembuktian JPU terkait perkara dimaksud. Di antara kesemua poin, dibeberkannya, visum et repertum paling banyak memiliki keganjilan. Antara lain, visum diajukan Polsek Duren Sawit ke Rumah Sakit (RS) Harum sehari sebelum laporan kepolisian korban. Dan, yang dimintakan visum seorang laki-laki, sedang korban dalam perkara ini seorang perempuan, serta visum dilakukan bukan oleh dokter forensik, melainkan dokter jaga UGD RS Harum, Dr Erna Junaiti.
"Dilihat dari hasil visum, saksi korban juga terbukti berbohong, karena ia tidak pernah dirawat di RS lantaran perbuatan Sapno, seperti yang dinyatakannya. Bekas luka akibat penganiayaan pun tidak ditemukan pada diri korban," urai Ozhak.
Poin lain, lanjut Ozhak, yakni mengenai surat penangkapan dan penahanan Sapno dikeluarkan Polsek pada hari yang sama, tertanggal 29 Maret 2007. Sementara saksi-saksi yang disebut korban oleh penyidik, selain tidak membenarkan BAP, juga menyangkal adanya penganiayaan yang dilakukan Sapno terhadap Nur. "Antara Sapno dengan Nur hanya terjadi dorong-dorongan setelah keduanya terjadi cek-cok mulut," imbuh Ozhak. ** mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar