JAKARTA – Musibah ternyata tak tentu mendatangkan empati. Faktanya, musibah tsunami yang melanda Jawa Tengah (Jateng) pada 2006 lalu justru dimanfaatkan sejumlah oknum untuk mengeruk untung.
“Kok tega ya makan duit untuk korban tsunami gitu,” cetus Chris Haryadi, salah seorang pengunjung sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Kalimat itu sepertinya meluncur begitu saja dari mulutnya usai majelis hakim yang diketuai Teguh Haryanto mengetukkan palu terhadap Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jateng Hari Purnomo dan Margaret Elisabeth Tutuarima, Kepala Seksi Penangkapan sekaligus Pimpinan Proyek Tsunami, Kamis (22/5). Keduanya dipersalahkan mengorupsi dana bantuan tsunami Rp 7,299 miliar.
“Orang kena musibah itu harusnya dibantu. Ini malah dimanfaatin. Siapa sih itu,” kata Chris yang mengaku tidak tahu persis jabatan para terdakwa. “Sayang, sudah punya jabatan kok berbuat begitu,” imbuh Chris kepada Tabloid Sensor mengkritisi fenomena pejabat yang memanfaatkan ‘aji mumpung’.
Dalam amar putusan, Hari divonis 5 tahun penjara, dan Margaret 6 tahun penjara. Pertimbangan hakim, “Terdakwa I Hari Purnomo menyesali perbuatannya, sedangkan terdakwa II Margaret Elisabeth Tutuarima tidak merasa menyesal.”
Selain itu, keduanya juga dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedang uang pengganti, Hari diwajibkan membayar sebesar Rp 1,465 miliar, dikompensasikan dengan satu unit mobil Honda Jazz serta sebidang tanah dan bangunan di Komplek Taman Adenia, Semarang, yang disita KPK. Untuk Margaret, uang pengganti yang harus dibayarkan sejumlah Rp 1,08 miliar.
“Perbuatan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” tandas majelis hakim.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Firdaus. Namun, denda dan subsider kurungan yang dijatuhkan lebih rendah Rp 50 juta dan 1 bulan.
Majelis hakim mengemukakan, selain para terdakwa, uang sebesar Rp 7,299 miliar tersebut juga dibagi-bagikan kepada sejumlah oknum lainnya. Antara lain David K Wiranata (berkas terpisah), rekanan proyek, sejumlah Rp 2 miliar.
Modus korupsi yang dilakukan para terdakwa yakni dengan mengadakan deal sebelum APBN-P turun. Untuk itu, para terdakwa melibatkan pihak ketiga untuk mengucurkan dana terlebih dahulu dengan kompensasi bagi untung bila anggaran dari negara telah cair.
Modus lainnya, para terdakwa tidak melibatkan rekanan yang terpilih dalam lelang, yakni PT Karisma Cipta Tunggal dan PT Adi Bima Pratama. “Kedua perusahaan ini hanya dimanfaatkan para terdakwa untuk mencairkan anggaran,” cetus hakim.
Pada proyek bantuan tsunami di Jateng ini, pemerintah menganggarkan dana Rp 23 miliar untuk pengadaan perahu, alat tangkap, jaring, dan alat-alat lain untuk disalurkan kepada nelayan yang tertimpa musibah tsunami. **mahadir romadhon
“Kok tega ya makan duit untuk korban tsunami gitu,” cetus Chris Haryadi, salah seorang pengunjung sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Kalimat itu sepertinya meluncur begitu saja dari mulutnya usai majelis hakim yang diketuai Teguh Haryanto mengetukkan palu terhadap Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jateng Hari Purnomo dan Margaret Elisabeth Tutuarima, Kepala Seksi Penangkapan sekaligus Pimpinan Proyek Tsunami, Kamis (22/5). Keduanya dipersalahkan mengorupsi dana bantuan tsunami Rp 7,299 miliar.
“Orang kena musibah itu harusnya dibantu. Ini malah dimanfaatin. Siapa sih itu,” kata Chris yang mengaku tidak tahu persis jabatan para terdakwa. “Sayang, sudah punya jabatan kok berbuat begitu,” imbuh Chris kepada Tabloid Sensor mengkritisi fenomena pejabat yang memanfaatkan ‘aji mumpung’.
Dalam amar putusan, Hari divonis 5 tahun penjara, dan Margaret 6 tahun penjara. Pertimbangan hakim, “Terdakwa I Hari Purnomo menyesali perbuatannya, sedangkan terdakwa II Margaret Elisabeth Tutuarima tidak merasa menyesal.”
Selain itu, keduanya juga dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedang uang pengganti, Hari diwajibkan membayar sebesar Rp 1,465 miliar, dikompensasikan dengan satu unit mobil Honda Jazz serta sebidang tanah dan bangunan di Komplek Taman Adenia, Semarang, yang disita KPK. Untuk Margaret, uang pengganti yang harus dibayarkan sejumlah Rp 1,08 miliar.
“Perbuatan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” tandas majelis hakim.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Firdaus. Namun, denda dan subsider kurungan yang dijatuhkan lebih rendah Rp 50 juta dan 1 bulan.
Majelis hakim mengemukakan, selain para terdakwa, uang sebesar Rp 7,299 miliar tersebut juga dibagi-bagikan kepada sejumlah oknum lainnya. Antara lain David K Wiranata (berkas terpisah), rekanan proyek, sejumlah Rp 2 miliar.
Modus korupsi yang dilakukan para terdakwa yakni dengan mengadakan deal sebelum APBN-P turun. Untuk itu, para terdakwa melibatkan pihak ketiga untuk mengucurkan dana terlebih dahulu dengan kompensasi bagi untung bila anggaran dari negara telah cair.
Modus lainnya, para terdakwa tidak melibatkan rekanan yang terpilih dalam lelang, yakni PT Karisma Cipta Tunggal dan PT Adi Bima Pratama. “Kedua perusahaan ini hanya dimanfaatkan para terdakwa untuk mencairkan anggaran,” cetus hakim.
Pada proyek bantuan tsunami di Jateng ini, pemerintah menganggarkan dana Rp 23 miliar untuk pengadaan perahu, alat tangkap, jaring, dan alat-alat lain untuk disalurkan kepada nelayan yang tertimpa musibah tsunami. **mahadir romadhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar